Makan itu boleh. Tidur itu Mubah. Bahkan kebutuhan. Tapi ingatkah kita, untuk tidak berlebih-lebihan terhadap apapun yang diperkenankan oleh Robb kita. Jelas, itu adalah tuntunan dari baginda Rasululullah Muhammad Sholallahu Alaihi Wa sallam.
Pada saat sebagian masyarakat kita, bekerja seharian mencari sesuap nasi. Sebagian dari kita justru berfoya-foya, menyantap sejumlah makanan dengan banyak menu, dengan tahapan jenis makanan yang beraneka ragam. Berlebihan, tanpa peduli ada si miskin di sampingnya yang belum makan setelah bekerja seharian, tanpa peduli adakah si yatim yang belum makan hari ini, dhuafa yang kering kerontang.
Satu sisi masyarakat kita susah mencari tempat berlindung, hujan kehujanan, panas kepanasan. Di sisi lain, sebagian penggede kita, berpesta dari satu pesta ke pesta lain dengan beragam judul perhelatan dan beribu atribut yang diharap mampu mengangkat gengsi.
Suatu perkara diperbolehkan oleh Allah swt, sebagai suatu bentuk nikmat dariNya agar kita senantiasa bersyukur. Tetapi ketika perkara yang boleh itu dipergunakan tanpa mengenal batas-batas kepatutan, tanpa mau tahu sekililingnya, tanpa mempedulikan muasal yang menyebabkannya mendapatkan semua itu, maka ketahuilah Barangsiapa yang tidak beryukur atas Nikmat Allah, Sesungguhnya adzab Allah amat pedih.
Pantaskah kita, mempertontonkan kedigdayakan, materi maupun kekuasaan, agar masyarakat kebanyakan terkagum-kagum dengan diri kita. Pantaskah kita, bertindak tanpa memperhatikan nilai sebuah kepatutan dengan melihat siapa kita, dimana kita, atas sebab apa kita bisa seperti ini.
Maka, berperilaku mencontoh orang-orang yang sholih adalah kemestian dan kebutuhan. Agar kita tidak terjebak nikmat sesaat, tapi mendapat kecaman dari masyarakat kita. Terlebih lagi kecaman dari Sang Pemilik Kehidupan.
Pada saat sebagian masyarakat kita, bekerja seharian mencari sesuap nasi. Sebagian dari kita justru berfoya-foya, menyantap sejumlah makanan dengan banyak menu, dengan tahapan jenis makanan yang beraneka ragam. Berlebihan, tanpa peduli ada si miskin di sampingnya yang belum makan setelah bekerja seharian, tanpa peduli adakah si yatim yang belum makan hari ini, dhuafa yang kering kerontang.
Satu sisi masyarakat kita susah mencari tempat berlindung, hujan kehujanan, panas kepanasan. Di sisi lain, sebagian penggede kita, berpesta dari satu pesta ke pesta lain dengan beragam judul perhelatan dan beribu atribut yang diharap mampu mengangkat gengsi.
Suatu perkara diperbolehkan oleh Allah swt, sebagai suatu bentuk nikmat dariNya agar kita senantiasa bersyukur. Tetapi ketika perkara yang boleh itu dipergunakan tanpa mengenal batas-batas kepatutan, tanpa mau tahu sekililingnya, tanpa mempedulikan muasal yang menyebabkannya mendapatkan semua itu, maka ketahuilah Barangsiapa yang tidak beryukur atas Nikmat Allah, Sesungguhnya adzab Allah amat pedih.
Pantaskah kita, mempertontonkan kedigdayakan, materi maupun kekuasaan, agar masyarakat kebanyakan terkagum-kagum dengan diri kita. Pantaskah kita, bertindak tanpa memperhatikan nilai sebuah kepatutan dengan melihat siapa kita, dimana kita, atas sebab apa kita bisa seperti ini.
Maka, berperilaku mencontoh orang-orang yang sholih adalah kemestian dan kebutuhan. Agar kita tidak terjebak nikmat sesaat, tapi mendapat kecaman dari masyarakat kita. Terlebih lagi kecaman dari Sang Pemilik Kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar